Teungku Jamaica, Sosok Asal Aceh yang Diperhitungkan untuk Posisi Wakil Menteri BUMN

BANDA ACEH, PINTASSATU.com – Nama Syardani M. Syarif barangkali belum terlalu dikenal di Jakarta. Namun di Aceh, sosok yang akrab disapa Teungku Jamaica ini sudah lama  populer sebagai tokoh pergerakan, pengusaha energi, dan inovator agribisnis. Ia kini masuk bursa kandidat Wakil Menteri BUMN menggantikan Dony Oskaria.

Bagi masyarakat Aceh, wacana pengangkatan ini menjadi kabar baik. Jika benar terwujud, untuk pertama kali putra daerah Aceh dari  basis perjuangan akan menduduki kursi strategis di Kementerian BUMN — lembaga vital pengelola sumber daya dan masa depan energi nasional.

“Mohon doa dan dukungan semua pihak, agar ini menjadi jalan kebaikan untuk Aceh dan Indonesia,” kata Teungku Jamaica menanggapi kabar pencalonannya, dengan nada rendah hati namun penuh harapan.

Aceh selama ini dikenal sebagai salah satu penghasil gas strategis terbesar di Indonesia. Mulai dari Blok A di Aceh Timur hingga temuan baru di Blok South Andaman oleh Mubadala Energy — potensi gas bumi Aceh kini menjadi sorotan nasional bahkan regional. Presiden terpilih Prabowo Subianto pun mengakui nilai strategisnya.

Ia bahkan menyebut ladang gas di Andaman sebagai salah satu cadangan terbesar di Asia Tenggara, dengan estimasi 10 triliun kaki kubik  (TCF) gas — jumlah yang bisa mengubah peta ketahanan energi nasional.

Dalam konteks inilah Teungku Jamaica menjadi figur yang relevan. Sebagai Komisioner PT PEMA Global Energi, ia memahami betul mata rantai migas dari hulu hingga hilir. Selain kapasitas teknis dan jejaring kebijakan, ia juga membawa pemahaman mendalam soal potensi Aceh dan sumber dayanya.

Dukungan untuk Teungku Jamaica pun  mengalir deras, termasuk dari tokoh paling berpengaruh di Aceh saat ini, Muzakir Manaf alias Mualem — Gubernur Aceh terpilih dan mantan Panglima GAM.

Selain mendukung Prabowo dalam tiga pemilu terakhir, Mualem dikenal memiliki pengaruh politik signifikan di istana.

Dalam sejumlah kesempatan, Mualem menyebut Teungku Jamaica sebagai “komputer perjuangan,” menandakan peran pentingnya merancang langkah dan  strategi sejak masa konflik hingga rekonsiliasi.

“Dia bukan hanya cerdas, tapi juga loyal dan tahan banting,” kata Mualem singkat.

Dukungan ini mempertegas bahwa pencalonan Teungku Jamaica bukan sekadar lobi mendadak, melainkan hasil perjalanan panjang dan kepercayaan yang terbangun dari lapangan.

Aceh sebelumnya pernah melahirkan Sofyan Djalil, teknokrat ulung asal Peureulak yang menjabat di sejumlah kementerian strategis, termasuk sebagai Menteri BUMN periode 2007–2009.

Sofyan dikenal reformis dan berintegritas — ia memimpin pembenahan aset dan tata kelola BUMN hingga melarang penggunaan aset negara untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2009.

Kini, harapan publik Aceh tertuju pada Teungku Jamaica sebagai penerus semangat dan kompetensi Sofyan Djalil. Bukan semata karena asal daerahnya, tetapi karena Aceh memiliki SDM berkelas nasional dan layak menduduki posisi strategis di pusat.

Selain rekam jejak di dunia migas, Teungku Jamaica membawa portofolio inovasi agribisnis — seperti merancang alat tanam “Chitajok” dan memberdayakan petani tiram — serta pengalamannya sebagai penghubung Aceh dan pusat lewat perannya di Kadin dan tim strategis pemerintah daerah.

Jika ia benar-benar dilantik sebagai Wakil Menteri BUMN, ini bukan hanya kemenangan pribadi, melainkan simbol bahwa Aceh siap berkontribusi lebih besar untuk negeri.

Bahwa daerah penghasil seperti Aceh bukan lagi sekadar “penonton,” melainkan aktor utama dalam pengelolaan kekayaan alamnya.

Dan untuk pertama kalinya sejak era Sofyan Djalil, ada peluang nyata bahwa suara Aceh kembali terdengar di meja pembuat keputusan strategis nasional.

I PS.W. 0057