LOMBOK I Pintassatu.com I – Pembangunan bendungan Meninting Lombok kini menjadi perhatian serius publik pasca pernyataan potensi gempa 8,5 magnitudo yang akan menimpa Lombok oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto Dalam peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) di Mataram pada 26 April 2025 lalu.
Menanggapi hal ini, Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I (BWS NT 1) saat dikonfirmasi media membenarkan adanya potensi dampak buruk terhadap pemukiman masyarakat jika benar – benar bendungan Meninting jebol.
“Ini diujung Kota, terus imbasnya ke Kota (Mataram), kalaupun terjadi Kota Mataram, Narmada, habis,” ungkap Yemi selaku Humas saat di Konfirmasi di Kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I di Gerimax Indah Narmada, Lombok Barat pada Senin (2/6/2025)
Namun BWS NT 1 mengklaim bahwa pembangunan Bendungan Meninting memiliki tim yang berkompeten dalam mengantisipasi jebolnya bendungan tersebut. Sehingga BWS NT 1 beranggapan sangat kecil kemungkinan terjadinya jebol bendungan Meninting yang diakibatkan gempa bumi sebagaimana dikhawatirkan masyarakat.
“Makanya tim penanganannya itu sampai luar negeri, mendeteksi dampaknya,” Jelas Yemi
Sebelumnya, 3 November 2024 lalu, Ketua Himpunan Mahasiiswa Islam Badan Koordinasi (HMI Badko) Bali Nusra Caca Handika, mempertanyakan melalui surat maupun aksi demo, mempertanyakan mengenai keberadaan bendungan meninting, yang diduga dibangun diatas lempeng bumi rawan gempa ke BWS NTB.
Hal yang sama juga disuarakan Koalisi Mahasiswa Nusantara (KOMNAS) NTB, melalui koordinator Lapangannya Sahrul Hadi pada tanggal 30 Oktober 2024 lalu.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Nusa Tenggara Barat (BPBD NTB), yang berusaha dikonfirmasi wartawan Pintassatu.com pasca pernyataan Kepala BNPB adanya potensi gempa 8,5 magnitudo yang mengancam Lombok oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto Dalam peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) di Mataram pada 26 April 2025 lalu. BPBD NTB belum dapat memberikan keterangan disebabkan Kepala BPBD tidak sedang berada di tempat saat media melakukan konfirmasi langsung di Kantor BPBD NTB di Kota Mataram.
Sebagai informasi, Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya air, termasuk perencanaan, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan bendungan serta sungai di wilayah Nusa Tenggara Barat yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Di dalamnya termasuk pembangunan Bendungan Meninting, Lombok Barat.
Diketahui, sebelumnya Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) menyatakan NTB khususnya Pulau Lombok terdapat potensi gempa dengan kekuatan hingga 8,5 skala richter, yang kemudian diperkuat dengan pernyataan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Letjen TNI Suharyanto yang menghimbau agar masyarakat NTB tetap bersiaga atas segala kemungkinan terjadinya gempa.
Sebelumnya juga dalam sejarah bendungan di Indonesia pernah terjadi bencana besar yakni jebolnya Tanggul atau bendungan Situ Gintung di Kota Tangerang Selatan, Banten pada 27 Maret 2009 di waktu subuh. Diberitakan sekitar sejuta kubik air Situ Gintung menerjang permukiman warga. Pada saat kejadian, wilayah seluas 10 hektar di Cirendeu menjadi porak-poranda diterjang air bah yang datang seperti tsunami, dan bencana tersebut mengakibatkan tewasnya 100 orang warga dengan kerugian diperkirakan ratusan miliar rupiah.
Mengenai Bendungan Meninting, Bendungan Meninting mulai dibangun pada tahun 2019. Pengerjaan bendungan ini ditargetkan selesai pada Desember 2024. Meskipun ada penyesuaian target, hingga Februari 2025, progres fisik bendungan sudah mencapai 97,68%.
Bendungan ini memiliki manfaat irigasi sawah seluas 1.559 hektar, air baku 0,15 m³/detik, dan potensi listrik 0,8 MW. Pembangunan bendungan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan air nasional.
Bendungan Meninting terletak di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pembangunan bendungan ini menelan anggaran sebesar Rp 1,4 Triliun.
Bendungan Meninting memiliki ketinggian 74 meter. Selain itu, ketinggian muka air maksimum setelah bendungan mencapai +165,853 m.
Bendungan ini, terletak di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berfungsi untuk irigasi lahan pertanian, pengendalian banjir, dan pembangkit listrik kecil.
Sebagaimana diketahui, gempa bumi Lombok pada 29 Juli 2018, adalah sebuah gempa darat berkekuatan 6,4 Mw yang melanda Pulau Lombok. Gempa bumi ini menimbulkan Korban 20 orang tewas 401 luka-luka 10.062 mengungsi. Gempa ini disusul dengan gempa besar berkekuatan 7,0 Mw pada 5 Agustus 2018, dengan jumlah korban mencapai 500 orang.
Serta Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018, terjadi pada pukul 19:46:38 WITA, dengan Kekuatan 6.9 MW 7.0 ML, Gempa ini menimbulkan Korban 564 orang tewas, 7.000 orang luka-luka, 67.875 rumah rusak, 468 sekolah rusak, 352.793 orang mengungsi.
Berdasarkan Data BNPB, Kecamatan Gunungsari Lombok Barat Termasuk Wilayah Terdampak Gempa Paling Parah.
Pada tanggal 14 Agustus 2018, Pos Komando Utama Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Kabupaten Lombok Barat.
Kepala Sub Direktorat Pengendalian Operasi pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Luqmanul Hakim menegaskan, Pasca gempa 7,0 Skala Richter, wilayah (kecamatan) yang terdampak paling berat seperti Kecamatan Batulayar, Gunung Sari, Lingsar, dan Narmada.
Pos Komando ini juga menghimpun dampak gempa di 6 kecamatan lainnya, biar pun tidak semassif di empat kecamatan tersebut.
Dari data yang disajikannya, 52.269 rumah dengan tiga varian kerusakan yaitu rusak berat sebanyak 20.876 unit, rusak sedang sebanyak 13.660 unit, dan rusak ringan sebanyak 17.733 unit rumah.
Dengan demikian, menurut Lucky (Luamanul Hakim) validitas data dapat dipertanggung jawabkan, Kecamatan Gunung Sari menjadi kecamatan terdampak paling parah. Sebanyak hampir 11 ribu rusak berat, 2 ribuan rusak sedang, dan angka yang mirip untuk rusak ringan.
Akibatnya, kecamatan ini pun tercatat menghimpun angka pengungsi tertinggi. Paling sedikit 82 ribu warganya terpaksa mengungsi, baik karena kondisi rumah yang tidak mungkin mereka tinggali maupun karena efek trauma yang mereka masih rasakan.
Di Kecamatan ini juga terdapat korban jiwa paling banyak. Dari 40 korban meninggal berdasarkan data terakhirnya, ada 17 orang adalah warga Kecamatan Gunung Sari. II PS. W. 00121225
Posted in Indeks Berita, Nasional
JAKARTA I Pintassatu.Com I — Pada acara…
LANGSA I Pintassatu.Com I – Aksi mengejutkan…
BANDA ACEH – Minyak nilam asal Aceh…
KOTA BOGOR I Pintassatu.com I Pemerintah berencana…
JAKARTA I Pintassatu.com I – Sepanjang Januari…
JAKARTA I Pintassatu.Com I – Sebanyak tujuh…
JAKARTA I Pintassatu.com I – Di tengah…
JAKARTA I Pintassatu.com I – Irwasda Polda Metro…