MPM UHO KRITISI HARI BHAYANGKARA : TEGAKKAN HUKUM BUKAN SEKADAR SERIMONIAL

KENDARI, PINTASSATU.com – Momentum Hari Bhayangkara yang seharusnya menjadi refleksi institusi Kepolisian dalam menegakkan hukum dan  menjaga keadilan justru kembali tercoreng oleh sejumlah fakta di lapangan.

Rayen Ramadhan, selaku pengurus Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Halu Oleo (MPM UHO) sekaligus Demisioner Ketua DPM FT UHO itu dengan tegas mengkritik berbagai bentuk ketimpangan yang masih terjadi, khususnya di wilayah Sulawesi Tenggara.

“Bagaimana mungkin kita merayakan Hari Bhayangkara dengan gegap gempita, sementara penegakan hukum oleh aparat masih pilih-pilih? Di jalanan, oknum polisi lalu lintas masih saja melanggar prosedur, bahkan terkesan kebal hukum saat melakukan pelanggaran,” tegas Rayen.

Ia menambahkan, aparat seharusnya menjadi contoh dalam menerapkan aturan lalu lintas, bukan justru menjadi pelanggar yang dibiarkan tanpa sanksi.

“Kami sebagai mahasiswa sudah cukup sabar melihat ketidakadilan ini. Aparat lantas yang tidak menyalakan weser saat berbelok, melanggar tata tertib jalan,  dan  bebas begitu saja—ini hanya salah satu contoh kecil,” ujarnya.

Lebih jauh, Rayen juga menyoroti pembiaran terhadap maraknya aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan dan tatanan hukum di Sultra.

“Di saat rakyat kecil ditindak tegas karena pelanggaran ringan, para pelaku tambang ilegal seolah mendapat karpet merah. Ini mencederai rasa keadilan dan  memperlihatkan wajah hukum yang timpang,” kata Rayen.

MPM UHO mendesak institusi Kepolisian, khususnya Polda Sulawesi Tenggara, untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan  membersihkan internal dari  oknum yang mencoreng nama baik institusi.

Mahasiswa UHO siap turun ke jalan jika suara-suara kritis ini tidak digubris. “Bhayangkara sejati bukan dilihat dari seragamnya, tapi dari keberaniannya menegakkan keadilan, meski harus melawan arus. Jangan jadikan Hari Bhayangkara sebagai panggung seremonial semata,” tutup Rayen.

I PS.W. 0031