WhatsApp Image 2025-05-03 at 14.42.22_13911e40

Lingkaran Setan Eksploitasi Tambang Raja Ampat

Admin | Jun 11, 2025

Untitled-4123

Oleh : Andi Kurniawan Sangiang (Ketua Bidang Lingkungan Hidup  PB HMI)

Raja Ampat bukan sekedar gugusan kepulauan di Papua Barat Daya  itu lanskap geografis yang memesona, melainkan ikon ekologis yang telah dinobatkan oleh  Unesco sebagai warisan dunia bagi  umat manusia. Namun, alih-alih dirawat, surga ini tak luput dari  tangan-tangan kekuasaan yang menyamar dalam rupa kemajuan. Kini, Raja Ampat sedang terkoyak oleh tambang nikel— wujud  mutakhir dari  keserakahan yang dikemas dalam logika  pertumbuhan ekonomi.

Kehendak itu menabrak fakta bahwa Raja Ampat adalah rumah bagi  75%  spesies karang dunia, lebih dari  1.400 spesies ikan karang, dan  ratusan jenis moluska. Tak banyak disadari, hutan- hutannya juga  menyimpan kehidupan endemik yang telah berevolusi tanpa gangguan selama ribuan tahun. Namun, apa yang tak rusak oleh waktu dan  peradaban, kini porak poranda oleh skema tambang yang tak mengenal batas etika ekologis.

Setan dalam Wajah Tambang

Destruksi yang terjadi di Raja Ampat dapat dipahami sebagai “Setan” dalam perspektif teologis Islam. Setan dikenal bukan dari  bentuknya, tetapi dari  esensi sifatnya yang menyesatkan, merusak, dan  menghancurkan. Tiga sifat itu tampaknya berinkarnasi dalam operasi pertambangan di Raja Ampat.

Pertama, keserakahan. Keinginan akan keuntungan jangka pendek telah membutakan baik korporasi maupun negara. Lebih dari  500 hektar hutan primer dibuka secara brutal, membawa hilangnya ekosistem yang tak tergantikan. Nikel—logam yang dicari-cari untuk ponsel dan  baterai kendaraan listrik—menyisakan paradoks, energi hijau terbarukan untuk negara lain, sementara destruksi ekologi kolosal bagi  negeri sendiri.

Selain keserakahan, esensi “Setan” lainnya yang dapat diidentifikasi dati praktek tambang di Raja Ampat adalah penghancuran. Aktivitas tambang menyebabkan tersebarnya sedimen ke laut, menyelimuti karang dan  memutus rantai fotosintesis. Kapal-kapal besar pengangkut nikel kerap merusak dasar laut, mengancam ekosistem unik Selat Dampier dan  wilayah lain disekitar pesisir Raja Ampat. Lebih dari  itu, di daratan, deforestasi di Pulau Kawe telah menyisikan luka menganga

Terakhir, sifat “Setan” lain yang dapat disingkap ialah  penyesatan melalui sejumlah narasi lancung pemerintah.  Negara yang semestinya hadir untuk menjaga eksistensi ekologis, justru menjadi fasilitator kehancuran. Izin Usaha Pertambangan (IUP) diterbitkan tanpa AMDAL yang layak, seperti yang dilakukan oleh PT Mulia Raymond Perkasa. Hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi bentuk pengkhianatan etis terhadap kepercayaan publik  dan  amanat konstitusional untuk merawat lingkungan.

Lingkaran Kekuasaan: Tangan-Tangan yang Membiarkan

Kerusakan yang terjadi di Raja Ampat tidak lahir dari  kealpaan institusional, tetapi justru diperkuat oleh kehadiran negara dalam bentuk yang disfungsional. Beberapa kementerian tampil sebagai bagian dari  “lingkaran setan” yang bukan hanya gagal mencegah, tetapi turut memberi jalan  bagi  kerusakan.

Kementerian ESDM melalui menterinya menerbitkan IUP di pulau-pulau kecil seperti Gag,  Kawe, dan  Manuran—padahal ini melanggar UU No. 1 Tahun 2014. Menteri Bahlil Lahadalia berdalih pemberian IUP terjadi sebelum ia menjadi menteri, seolah ia hendak cuci tangan dan  lepas dari tanggung jawab serta desakan publik  untuk mencabut IUP. Bagaimanapun fakta penerbitan izin di wilayah terlarang adalah bukti  kelalaian struktural. Tugas menteri yang kini menjabat adalah berbenah dengan mencabut izin tersebut.

Kementerian Kehutanan Raja Juli Antoni juga  tak bersih. Di bawah tanggung jawabnya, hutan Pulau Kawe digunduli oleh PT KSM, yang memperluas lahan di luar izin. IPPKH diberikan tanpa pengawasan berarti, menjadikan hutan sebagai komoditas legal, bukan warisan ekologis.

Kementerian Lingkungan Hidup  Hanif Faisol Nurofiq hanya bereaksi setelah kerusakan menjadi berita. Menteri mengakui pencemaran dan  menjanjikan pencabutan izin. Namun, dalam kenyataannya, hanya ada papan peringatan berdiri di lokasi tambang—simbol dari  kekuasaan yang hadir tapi tak berfungsi.

Kementerian Kelautan dan  Perikanan Sakti  Wahyu Trenggono dengan mandat menjaga pulau kecil dan  pesisir, gagal mencegah invasi tambang ke zona konservasi seperti Batang Pele dan Manyaifun. Di balik ketidakberdayaan ini, kita melihat ketidaksinkronan tata kelola lingkungan yang membuat hukum sekadar teks tanpa daya.

Antara Narasi dan Kontradiksi

Ketika pernyataan antar kementerian saling bertentangan, yang hadir di ruang publik  bukan lagi klarifikasi yang mencerahkan, tetapi omong kosong yang saling melepar tanggung jawab dan mengaburkan kewenangan. Menteri ESDM menyebut lokasi tambang “jauh  dari  kawasan konservasi.” Namun, Menteri LHK mengakui pencemaran dan  berjanji menindak. Kontradiksi ini secara tak langsung dengan telanjang menunjukan raibnya good dan  political will negara untuk melindungi Raja Ampat dari  destruksi ekologis.

Kunjungan Menteri ESDM ke Pulau Gag  pun  menjadi ironi. Ia fokus pada PT Gag  Nikel, sementara aktor utama perusakan—seperti PT Mulia Raymond Perkasa dan  PT Anugerah Pertiwi Indotama— luput dari  sorotan. Senator Paul  Finsen Mayor  menyebut perusahaan-perusahaan inilah biang kerusakan. PT Mulia bahkan diduga beroperasi tanpa AMDAL dan  mengebor secara ilegal di 10 titik. Ini bukan pelanggaran administratif biasa, melainkan bentuk pengabaian hukum secara sistemik.

UU No. 1 Tahun 2014 tentang  Pengelolaan Wilayah  Pesisir dan  dan  Pulau Pulau Kecil secara eksplisit melarang aktivitas tambang di pulau kecil di bawah 2.000 km². Pulau Gag,  Kawe, dan Manuran yang jelas terkualifikasi sebagai pulau kecil seharusnya terlarang bagi  aktivitas tambang. Namun, tambang tetap beroperasi. Anehnya, sekalipun Pasal 51 ayat (1) memberi wewenang menteri mencabut izin, tetapi hingga kini izin belum juga  dicabut secara permanen, hanya ada penghentian sementara. Dalam  titik ini, negara sekedar hadir, tetapi diam  dan  enggan berbuat banyak.

Kerusakan lingkungan yang terjadi tidak boleh direduksi sebagai skedar kehilangan bagi ekosistem, lebih dari  itu, hal tersebut merupakan pukulan keras bagi  masyarakat lokal.  Mereka hidup dari  pariwisata dan  perikanan—dua sektor yang kini digerogoti oleh sedimentasi dan deforestasi. Terumbu karang rusak, wisatawan menurun, hingga ikan yang jadi sumber pangan mereka menghilang dan tercemar logam berbahaya.

Laporan, investigasi, dan  tekanan publik  perlahan mendorong negara untuk bertindak. Pada Juni 2025, Kementerian ESDM menangguhkan tambang di Pulau Gag  setelah protes kolektif bergema diruang publik. Namun, langkah-langkah ini masih bersifat responsif dan  bersifat simbolik. Yang dibutuhkan bukan hanya tindakan sesaat, tetapi rekonstruksi ulang cara berpikir negara terhadap ruang ekologis.

Raja Ampat bukan proyek investasi. Ia adalah situs ekologis, dan  kultural yang melampaui kalkulasi pasar. Kehancurannya adalah kehilangan yang tak bisa dihitung dengan rupiah, tak bisa direstorasi oleh reboisasi instan. Surah Ar-Rum ayat 41 mengingatkan: “Telah tampak kerusakan di darat dan  di laut karena ulah  tangan manusia.” Maka  tanggung jawab kita bukan hanya hukum, melainkan tanggung jawab transcendental terhadap Allah SWT dan eksistensial terhadap generasi yang akan datang.

Kini, pilihannya jelas, apakah kita akan menjadi pewaris atau perusak Raja Ampat? Sejarah akan mencatat bukan hanya apa yang dilakukan, tetapi juga  apa yang dibiarkan. Sebab mendiamkan kejahatan, sesungguhnya merupakan sebentuk kejahatan.

Jakarta, 9 Juni  2025

 

Posted in

Berita Menarik

Mahasiswa Gelar Aksi  di DPRA, Menolak Penambahan Empat Batalyon di Aceh

BANDA ACEH I Pintssatu.Com I – Ratusan…

Bank DKI dan BJB Beri Kredit untuk Sritex meski Tak Penuhi Syarat

JAKARTA I Pintassatu.Com I  – Kejaksaan Agung…

Basarnas Kendari Evakuasi 352 Orang dari KM Alif Berkah 01 yang Kandas di Perairan Pulau Bokori

KENDARI I Pintassatu.com I – Kepala Kantor Pencarian…

Baca Juga

Jalan Menuju RS Salak Bogor di Tutup Warga Pasrah Kecuali Ambulance

KOTA BOGOR, PINTASSATU.com – Sehubungan diselenggarakannya acara…

1000 Pohon Ditanam di Tanah Adat Desa Dalam Rangkaian Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2025

JAKARTA, PINTASSATU.com I – Kegiatan ini bertempat…

Masa Penerimaan Anggota Aliansi Mahasiswa Jawa Barat (MAPAG ALAM JABAR)

JAWA BARAT I Pintassatu.com I – Ajang…